Abstract -Today schools no longer position themselves as institutions that reject the existence of children with special needs or commonly called children inclusion. To address these inclusion students the school needs to build resources that are capable of providing a proper and effective learning system. This study aims to determine the inclusion of children’s education system, the implementation of inclusive education management, the obstacles faced to handle children inclusion in the SDIT Wirausaha Indonesia. This study used descriptive qualitative method. Data collection techniques include: observation, interview and documentation. The subjects of the study were principal, classroom teacher and special assistant teacher of inclusion students. The results of this study indicate that: 1. School programs in handling inclusive students, 2. Implementation of inclusive education management, 3. Constraints faced in dealing with inclusion students and 4. Procurement efforts of inclusive student facilities and infrastructure.
Key Words: management, handling, inclusion students, students with special needs
1. PENDAHULUAN
Masih sedikitnya jumlah sekolah yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) membuat banyak ABK atau anak inklusi mengalami putus sekolah. Salah satu contohnya di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, di daerah yang ditunjuk sebagai kabupaten inklusif ini terdapat 1.194 anak yang masuk dalam kategori ABK, namun yang dapat tertampung hanya 439 anak. “Banyak sekolah yang tidak mau menerima ABK, karena takut prestasi sekolah menurun. Padahal sebenarnya ABK tidak akan mempengaruhi prestasi sekolah, karena mereka tidak diwajibkan untuk mengikuti Ujian Nasional,” jelas Ignatius Dharta, Inclusive Education Specialist Plan International Indonesia, dalam Seminar Nasional “Pendidikan Inklusif di Indonesia” di Hotel Sahid Jaya, Selasa (28/1).
Sementara itu di Kabupaten Bekasi menurut Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bekasi, Edy Rochyadi, sekolah untuk anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Bekasi sangat diperlukan. Karena jumlah penduduk Kabupaten Bekasi sudah tergolong tinggi. Sementara ini sekolah untuk anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Bekasi hanya ada dua sekolah, yang negeri di Kecamatan Serangbaru dan yang swasta di Kecamatan Tambun Selatan. “Sekolah untuk anak kebutuhan khusus ini penting untuk perkembangan si anak nantinya.
Sedangkan secara nasional, menurut data Kantor Berita Antara, ada sekitar 184 ribu anak inklusi yang belum menikmati indahnya pendidikan layaknya anak dengan kondisi mental dan fisik normal. Padahal peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70/2009, menyatakan bahwa setiap kabupaten wajib memiliki sekolah inklusi. Namun dalam realitanya, banyak sekolah inklusi yang belum memberikan pelayanan optimal.
Meskipun sudah ada beberapa sekolah dasar yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi, akan tetapi dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep yang mendasar, bahkan tidak jarang ditemukan adanya kesalahan-kesalahan praktek terutama terkait dengan aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, kurikulum, serta tenaga kependidikan dan pembelajarannya. Bahkan seperti diberitakan oleh beberapa media bahwa tidak sedikit sekolah dasar yang menolak untuk menerima anak inklusi dengan berbagai alasan. Permasalahan di atas tentu saja menarik untuk diteliti lebih lanjut. Oleh karenanya, artikel berikut akan melihat beberapa aspek penting terkait dengan program, pelaksanaan dan kendala pendidikan inklusi sekolah.
Konsep Manajemen Pendidikan
Menurut (Bafadal, 2012), “Manajemen merupakan proses yang terdiri atas kegiatan-kegiatan dalam upaya mencapai tujuan kerjasama (administrasi) secara efisien”. Manajemen pendidikan pada dasarnya merupakan suatu bentuk penerapan manajemen atau sistem administrasi dalam mengelola, mengatur dan mengalokasikan sumber daya yang ada di dalam dunia pendidikan. Fungsi administrasi pendidikan merupakan alat untuk mengintegrasikan peranan seluruh sumberdaya yang ada dalam rangka tercapainya tujuan pendidikan.
Pendidikan Inkusi
Menurut (Smith, 2009), tujuan pendidikan bagi siswa yang memiliki hambatan adalah keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh.
Prinsip dasar pendidikan inklusi adalah bahwa semua anak harus memperoleh kesempatan yang sama untuk bersama-sama belajar dan terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya tanpa ada diskriminasi apapun yang mendasari. Hal ini berarti bahwa sekolah regular atau sekolah umum harus dilengkapi untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa yang heterogen, termasuk mereka yang secara tradisional telah tersingkirkan, baik dari akses sekolah maupun peran serta yang ada di sekolah.
Dengan demikian, pendidikan inklusi berarti bahwa sekolah dan pendidikan harus mengakomodasi dan bersikap tanggap terhadap peserta didik secara individual inklusivitas ini tergantung sekolah, guru dan seluruh pelajar.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah “Suatu pendekatan penelitian yang mengungkapkan stuasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah”.
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Wirausaha Indonesia Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi selama 2 bulan terhitung dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 28 Februari 2018. Subyek penelitian dipilih berdasarkan tujuan tertentu dari peneliti. Hal ini sesuai dengan pendapat (Setyosari, 2012), “sampel purposif (purposive sampling) diambil oleh peneliti apabila memiliki alasan-alasan khusus berkenaan dengan sampel yang akan diambil”.
Subyek penelitian ini meliputi: 1 orang Kepala Sekolah, 1 orang Guru Kelas, 1 Guru Pendamping Khusus dan 3 Orang Tua Murid. Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian bertitik tolak dari pendapat (Satori & Aan, 2010), yakni “pengumpulan data dalam penelitian kualitatif menggunakan teknik observasi, wawancara dan kajian dokumentasi”. Setelah data terkumpul kemudian peneliti menganalisisnya secara kualitatif.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang dikemukakan di atas, selanjutnya peneliti mengambil simpulan, sebagai berikut:
- Program kepala sekolah dalam mensukseskan pendidikan inklusi di SDIT Wirausaha Indonesia merupakan program yang sangat penting, perlu diapresiasi dan program tersebut harus didukung oleh semua pihak.
- Program pendidikan inklusi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar kepada anak inklusi khususnya di bidang pendidikan. Di masa yang akan datang diharapkan tidak ada lagi penolakan atas anak inklusi.
- Dalam menerapkan program pendidikan inklusi di SDIT Wirausaha Indonesia, kepala sekolah telah mengupayakan pelaksanaan program yang telah disusun. Hal ini dapat diketahui melalui kegiatan perencanaan pembuatan program, pelaksanaan program, dan pengawasan program yang dilakukan oleh kepala sekolah dan jajarannya.
- Pemerintah harus memberikan perhatian khusus terutama kepada sekolah-sekolah yang sudah berupaya memberikan pendidikan terbaiknya kepada siswa inklusi, khusunya terkait dengan masalah pembiayaan, sehingga beberapa kendala bisa diminimalisir.
- Pemerintah sangat perlu melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa setiap sekolah mau menerima siswa inklusi dan mengetahui sejauh mana program pendidikan inklusi ini berjalan di dalam kelas (kurikulum, sarana dan prasaranan pembelajaran dan guru pendamping khusus) dan juga dalam rangka memberikan penilaian baik yang telah tercapai maupun yang belum tercapai.
Tulisan ini sudah dimuat pada Jurnal Cakrawala Vol.18 No.2 Sept 2018