Orang Tua yang Pejuang (seharusnya) Melahirkan Anak yang Pejuang Pula

Bagikan Tulisan ini
Email this to someone
email
Share on Facebook
Facebook
Tweet about this on Twitter
Twitter
Print this page
Print

AISZAKI.com – Idealnya orang tua yang pejuang akan melahirkan generasi yang pejuang pula. Bahkan mungkin anak melebihi daya kepejuangan orang tuanya, karena si anak sudah diajarkan ilmu dan pengalaman orang tuanya.

Akan tetapi, pada kenyataanya tidak sedikit yang orang tuanya pejuang, malah melahirkan anak-anak yang manja, cengeng dan mudah menyerah.

Kok bisa? Ya bisa saja. Mungkin karena salah pada pola pengasuhannya sejak kecil. Seringkali kita melihat si orang tua ingin anaknya tidak susah seperti dirinya sewaktu kecil dan remaja yang penuh dengan keprihatinan dan kesusahan hidup.

Dia ingin memudahkan semua urusan anak-anaknya, alasannya sangat klise, orang tua bekerja kan untuk anak, untuk siapa lagi. Semua keinginan anak-anaknya dipenuhi tanpa melihat urgensinya. Si anak merasakan hidup enak dan nyaman, semua serba dilayani oleh fasilitas yang lebih dari cukup.

Dia lupa, keberhasilan dan kesuksesannya saat ini adalah buah dari kesusahan dan keprihatinannya pada masa-masa yang lalu. Kesuksesannya bukanlah hasil dari leha-leha dan bermanja-manja kepada orang tuanya dulu, tapi hasil dari kerja keras dan kerja cerdas.

Silakan baca: Terima Kasih Allah, Umi dan Abi

Terus apa yang harus dilakukan orang tua agar kelak anak-anaknya menjadi singa-singa pejuang yang pantang menyerah dan sukses dalam kehidupannya?

Didiklah mereka dalam nuansa keprihatinan dan suasana kesederahanaan. Salah satu caranya adalah dengan memasukkan mereka ke pesantren biasa (bukan di pesantren dengan fasilitas wah dan sangat memudahkan). Kenapa? Agar mereka merasakan repotnya mandiri dan mengatur urusan dirinya di pesantren.

Di pesantren kadang jika lelet sedikit, sudah tidak kebagian makan pagi dengan cukup, karena jatahnya sudah diambil oleh temannya yang banyak makan. Jika tidak pandai-pandai mengatur urusannya, bisa-bisa selalu mendapatkan hukuman atas keteledorannya atas suatu hal. Di pesantren mereka dipaksa mengatur urusannya masing-masing.

Paksaan-paksaan yang berlaku di pesantren, kelak akan membangun kesadaran pada dirinya yang pada akhirnya akan tumbuh rasa tanggung jawab yang besar atas apa yang dilakukan atau tidak dilakukannya. Dia belajar merasakan akibat dari sesuatu yang telah dilakukannya.

Sekali-kali dibuat terlambat pengiriman uang sangunya, agar mereka merasakan tidak jajan beberapa hari atau beberapa minggu, toh mereka tetap mendapatkan jatah makan dari pondok. Dan masih banyak pola pendidikan yang bisa digali agar anak-anak kita terbiasa sederhana dan hidup prihatin.

Demikian sedikit tips dari saya, semoga kita mampu melahirkan singa-singa pejuang yang pantang menyerah menghadapi kehidupan dunia ini.

Baca juga: Kisah Sepatu dan Pemandu Wisata di Turki