AISZAKI.com – 2019. Untukmu ku ucapkan terimakasih. Karena telah mengantarkanku kepada kelulusanku, juga negeri impianku. Terimakasih kepada tahun yang berat; setidaknya menurutku ini. Sungguh tak ringan untuk menerima kalah dalam persaingan pbsb, pula tidak ringan dari segala sisi untuk menerima berangkat mandiri ke negeri impianku ini, dengan tak ada jaminan aku akan mendapat beasiswa.
Tapi dimalam-malam ini kepalaku seperti tak berhenti memutar memori lama yang sempat terlupa.
Silakan baca: Mengisi Libur Akhir Tahun dengan Bersilaturahim ke Orang Tua dan Mertua
Berawal dari teringat ucapan ustadz Mukhlisin tentang jauhnya perjalanan kita menuntut ilmu. Waktu itu masih dipondok pesantren, aku masih duduk di Madrasah tsanawiyah. Kurang lebih beliau berkata “semakin kita dewasa, kita akan semakin jauh dari orang tua. kalian pergi ke pesantren meninggalkan rumah, meninggalkan orang tua sudah jauh nak, keluar kota. Kuliah nanti akan lebih jauh lagi, keluar negri. Jadi, jangan sia-sia kan pertemuan kalian dengan orang tua, pulang langsung ke rumah”. Waktu itu, aku tak percaya. Ah mana mungkin, masih jauh juga batinku.
Kemudian teringat perkataan Abi ketika keluarga kecil kami makan di sebuah rumah makan. Berawal dari abi menyuruh untuk berfoto bersama, katanya “ayo kita foto, nanti hari ini jadi kenangan kalau kalian sudah jauh, Hafshah di Sudan, Rahman dimana Faiq dimana”.
Lagi-lagi hanya didalam hati aku bicara dengan nada meremehkan “ah, masa sih? lagi pula masih lama”.
Di penghujung tahun ini, Allah membuatku ingat akan semuanya, bukan kebetulan aku teringat kata-kata mereka, pula tanggapan yang catat ini! Hanya aku ucapkan didalam hati! Walaupun aku tak pernah menampik doa-doa itu, namun aku pernah meragukannya. Biar bagaimana pun, sekuat apapun motivasinya, logika yang ia ciptakan untuk meyakinkan, di depan Tuhannya seseorang tak kan mampu menyembunyikan keraguan itu, walau hanya terbesit dalam hati, iya dalam hati.
Tapi ternyata Allah meyakinkanku dengan cara-Nya yang paling aku tak ekspektasikan. Pergi ke Turki dengan asumsi “sekali maju tak bisa mundur”. Ibarat tahanan, ia bebas bersyarat.
Kau tahu maksudku (?) Aku bisa pergi ke Turki, menuntut ilmu dan lain sebagainya. Tapi aku tidak tahu kapan aku bisa pulang. Begitulah, tapi biarkan saja terlewati, biarkan saja aku tahu sendiri, bahwa aku selalu mampu lakukan apapun hal yang bahkan selalu kuragukan.
Masih ingat cerita tentang bahasa arab (?)
Dan yang baru ini tentang bahasa turki (?)
Sekarang aku mengerti kata-kata “maju terus pantang mundur”. Pula aku mengerti bahwa selama kita yakin kepada Allah, apapun bisa kita raih.
Thanks to – Allah
– Umi & Abi
Baca juga: Membersamai Guru dan Karyawan Ngeriung Bareng Pasca Pembagian Raport