AISZAKI.com – Dahulu saya pernah protes ke pesantren, kenapa baru menunggak dua bulan SPP saja anak sudah disuruh pulang? kan kasihan anaknya, kok sampai segitunya.
Bagi kita mungkin hal ini urusan sepele. Iya kalau yang menunggak cuma beberapa orang saja. Bagaimana kalau yang menunggak 20%, 30% bahkan sampai 60%? Bisa sangat terganggu sistem operasional pondok.
Menyekolahkan anak perempuan ke luar negeri?
Catatan Hafshah dari Turki (Bagian 2)
Ketika awal-awal mengelola sekolah, tingkat kepatuhan pembayaran pernah sampai pada titik yang memprihatinkan, yaitu tingkat kepatuhan hanya sampai 40%. Bisa ditebak, kami sangat kebingungan membayar gaji guru dan biaya lain-lainnya.
Beberapa pimpinan sekolah mengeluhkan hal yang sama, kepatuhan atas pembayaran yang sangat rendah, sehingga sulit bagi sekolah untuk membiayai semua aktifitasnya.
Berangkat dari persoalan tersebut, akhirnya kami memutuskan untuk memperketat sistem pembayaran. Misalnya, siswa tidak bisa mengikuti PTS, PAT dan lain-lain jika belum melunasi pembayaran pada batas waktu tertentu.
Kebijakan ini tentu saja membuat berang para orang tua yang terbiasa menomor duakan urusan pembayaran anaknya. Yang paling keras adalah protes yang datangnya dari teman-teman sendiri yang menyekolahkan anaknya di sini.
Apa yang menjadi pertimbangan para orang tua dalam memilih sekolah?
Entah kenapa mereka begitu sangat mudah kecewa dengan kebijakan sekolah yang seolah tidak memihak kepada mereka. Mereka bilang, sama saja dong dengan sekolah lain kebijakannya. Owh maksudnya kalau sekolah di sekolah yang dikelola teman sendiri, bisa seenaknya untuk urusan pembayaran, jika ada sesuatu yang kurang pas mereka terdepan protes, gitu ya 😂.
Ini adalah budaya yang sangat tidak baik, sangat disipilin jika berurusan dengan ‘orang lain’ sementara mereka meremehkan urusan dengan teman sendiri. Tidak fair. Seharusnya, berurusan dengan siapa pun harus disiplin dan penuh tanggung jawab.
Ada sisi lain ketidakdisiplinan orang tua dalam melakukan pembayaran sekolah anak-anaknya. Diantara mereka mungkin memang dalam kesulitan keuangan. Akan tetapi, ada fakta menarik. Si anak sudah sekitar tiga tahunan berturut tidak membayar SPP, tidak membayar biaya daftar ulang, uang pangkal pun menunggak. Ini kan timbul pertanyaan, kok segitunya dalam hal urusan pembayaran sekolah?
Dimana letak kepeduliannya untuk anak-anaknya? Padahal sebagaimana keluarga lain, sang suami memiliki pekerjaan, anak baru dua usia sekolah dasar. Ini kan sekolah swasta yang seluruh biaya operasionalnya berasal dari SPP siswa dan bukan sekolah yang dimiliki negara yang seluruh biaya operasionalnya dari pajak masyarakat.
Ada juga kasus penunggakan terjadi karena orang tua lebih mendahulukan kepentingan yang lebih sekunder, misalnya membeli smartphone terbaru, membeli motor baru, belanja-belanja di mall dan lain-lain.
Ini yang membuat miris, orang tua yang abai yang tidak mendahulukan urusan sekolah anak-anaknya dibanding kepentingan lain yang lebih sekunder. Semoga tidak terjadi pada diri kita.
Baca juga: Yuuk kepoin sekolah penghafal Al-Qur’an dan pembibit wirausaha sejak usia di